Komunikasi Semut

Semut adalah makhluk hidup dengan populasi terpadat di dunia. Perbandingannya, untuk setiap 700 juta semut yang muncul ke dunia, hanya terdapat 40 kelahiran manusia. Semut merawat bayi-bayi mereka, melindungi koloni, bertempur, memproduksi dan menyimpan makanan. Bahkan ada koloni yang melakukan pekerjaan yang bersangkutan dengan “pertanian” atau “peternakan”. Masyarakat semut disebut koloni, yang terorganisasi luar biasa baik. Tatanan organisasinya memiliki peradaban yang mirip dengan peradaban manusia.

Semut pencari pergi ke sumber makanan yang baru ditemukan. Lalu mereka memanggil semut lain dengan cairan yang disebut feromon, yang disekresikan dalam kelenjar-kelenjar mereka. Saat kerumunan di sekitar makanan membesar, sekresi feromon membatasi pekerja. Jika makanan sangat kecil atau jauh, pencari menyesuaikan jumlah semut yang mencoba mencapai makanan dengan mengeluarkan isyarat. Jika makanan besar, semut mencoba lebih giat untuk meninggalkan lebih banyak jejak, sehingga lebih banyak semut dari sarang yang membantu para pemburu. Apa pun yang terjadi, tak pernah ada masalah dalam konsumsi makanan dan pemindahannya ke sarang, karena di sini ada “kerja tim” yang sempurna.

Contoh lain berkaitan dengan semut penjelajah yang bermigrasi dari sarang ke sarang. Semut ini mendekati sarang tua dari sarang yang baru ditemukan dengan meninggalkan jejak. Para pekerja lain memeriksa sarang baru itu dan jika mereka yakin, mereka juga mulai meninggalkan feromon mereka sendiri (jejak kimiawi) di atas jejak lama. Oleh karena itu, semut yang berjalan di antara dua sarang itu meningkat jumlahnya dan mereka menyiapkan sarang. Selama pekerjaan ini, semut pekerja tidak bersantai. Mereka membangun organisasi dan pembagian kerja tertentu di antara mereka.

Tugas seluruh kelompok yang diperkirakan oleh semut yang mendeteksi sarang baru adalah sebagai berikut: 1. Bertindak sebagai pengumpul di wilayah baru. 2. Datang ke wilayah baru dan berjaga. 3. Mengikuti penjaga untuk menerima perintah pertemuan. 4. Membuat survei terperinci wilayah tersebut.

Tentu saja, kita tidak bisa menyepelekan saja tanpa perenungan bahwa rencana aksi sempurna tersebut telah dipraktikkan semut sejak hari pertama mereka muncul. Pembagian kerja yang disyaratkan rencana seperti ini tidak dapat diterapkan oleh individu yang hanya memikirkan hidup dan kepentingannya sendiri. Lalu muncullah pertanyaan berikut: “Siapa yang mengilhamkan rencana ini dalam diri semut selama berjuta tahun dan siapa yang memastikan penerapannya?”

Posted in Semut | Tagged , , , , , , | Leave a comment

Mencegah Semut

Semut tak menyenangkan di kala mereka mulai memenuhi rumah kita. Biasanya kita akan segera mengambil insektisida ketika semut menjadi masalah, tetapi ada cara lain yang lebih ramah lingkungan untuk menghalangi semut berdatangan.

Mencegah Semut

Berikut adalah beberapa hal yang dapat Anda coba untuk mengusir semut tanpa insektisida:

1. Tuangkan air jeruk limau di sekitar area yang kerap dilewati semut.

2. Taburkan kayu manis atau letakkan sebuah kantong dari katun tipis yang telah diisi kayu manis di tempat yang kerap dilewati semut. Kayu manis adalah pilihan yang sangat populer dengan banyaknya pengalaman dari pembaca yang menyatakannya sangat efektif.

3. Baking soda dapat mencegah semut. Taburkan membentuk sebuah garis penuh di tempat yang menjadi aktivitas para semut, mereka tidak akan melintasi garis tersebut.

4. Bubuk kopi yang ditaburkan melingkar pada tanaman dapat mencegah datangnya semut.

5. Oleskan campuran kulit jeruk dan air pada suatu tempat untuk membuat semut tidak berani melewati tempat tersebut.

6. Semut membenci cuka, jadi semprotkan cuka di sekitar pintu atau daerah lainnya untuk mengusir mereka. Menempatkan sebuah kontainer kecil berisi campuran cuka dan madu di tempat yang kerap menjadi aktivitas para semut juga memiliki efek yang sama.

7. Seorang pembaca melaporkan bahwa bedak bayi dapat menghentikan semut hingga mati di tempatnya.

8. Tuangkan air mendidih di atas jalur yang dilewati semut. Hal ini akan menghancurkan aroma jejaknya.

9. Taburkan bubuk cengkeh di sekitar wadah tempat makan hewan peliharaan.

10. Singkirkan batu dan kayu di sekeliling kebun.

11. Tanam mint di sekitar tumbuhan sayur-sayuran, taman bunga, dan di sekitar rumah.

12. Cukup banyak pembaca menemukan penaburan kayu manis di sepanjang jejak semut sangat efektif.

13. Minyak pohon jeruk adalah cairan pencegah yang baik. Rendam seutas tali / benang dan letakkan tali / benang tersebut di sekeliling jejak para semut.

14. Gunakan sebatang kapur untuk menggambar garis di atas jejak semut, semut tidak akan berani melintasinya. Kelebihan dari penggunaan kapur adalah bahwa hal ini juga bisa diterapkan dalam permukaan vertikal.

Salah seorang pembaca memutuskan untuk bekerja sama dengan semut daripada melawan mereka. Dia membuat jejak gula jauh dari rumahnya ke tumpukan kompos dengan maksud agar mereka menemukan sebuah pesta besar di sana… dan hal ini berhasil.

Semut melakukan invasi karena suatu alasan, biasanya adalah untuk makanan atau air, jadi pastikan Anda menyimpan makanan di tempat yang aman, dan jangan lupa bersihkan sisa-sisa makanan setelah Anda mempersiapkan makanan. Juga periksa kebocoran pipa, khususnya di bawah bak cuci piring. Serangga yang meninggal dapat menarik sejumlah besar semut, jadi periksalah jendela dan daerah lain tempat mereka berkumpul.

Memberantas Semut

Sayangnya, kadang-kadang Anda perlu untuk membasmi semut daripada mencegah mereka. Berikut adalah beberapa cara yang lebih ramah lingkungan untuk melakukannya:

Seorang pembaca melaporkan penggunaan pasir kering untuk membunuh semut, sebuah strategi bebas racun yang selalu berhasil ia gunakan selama 20 tahun. Teori di balik strategi ini adalah bahwa semut juga memakan pasir, dan ketika mereka meminum air, pasir tersebut akan mengembang di dalam perut mereka, yang artinya dapat membunuh mereka.

Semoga salah satu tips di atas dapat membantu Anda dalam mengendalikan semut secara ramah lingkungan! Jika Anda memiliki tips lain, silakan beritahu saya.

Green Living Tips adalah sumber online yang didukung oleh energi terbarukan yang menawarkan berbagai tips yang ramah terhadap bumi, panduan hidup secara hijau, saran, dan berita yang berhubungan dengan lingkungan guna membantu konsumen pribadi dan kalangan bisnis untuk mengurangi biaya, konsumsi, dan dampak negatif terhadap lingkungan.

Posted in Semut | Tagged , , , , , , , , , | Leave a comment

Pengendalian Lalat

Di sebuah peternakan, seperti telah menjadi sebuah tradisi, suatu saat bahkan setiap saat dapat ditemukan sekawanan lalat, terlebih lagi saat musim penghujan. Kadang kala keberadaan lalat diabaikan oleh peternak, namun suatu saat adanya lalat ini membuat peternak pusing dan kebingungan mengusir maupun mengatasinya. Bahkan belakangan ini, keberadaan lalat telah berhasil memberikan “kesan dan pesan” tersendiri.

Lalat sejenis serangga yang selalu dan sering kali kita temukan berterbangan di dalam kandang. Kita telah tahu bahwa lalat bukan penyebab penyakit pada ayam karena tidak ada “penyakit lalat” (seperti penyakit Gumboro yang disebabkan oleh virus Gumboro). Oleh karenanya kita sering mengabaikan keberadaan lalat ini. Tapi, benarkan lalat tidak perlu memperoleh “hati’ kita (peternak, red.)? Sudah benarkah kita mengabaikannya?

Mengenal Lalat

Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari subordo Cyclorrapha dan ordo Diptera. Secara morfologi, lalat mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai antena yang berukuran pendek dan mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil (berfungsi menjaga kestabilan saat terbang). Lalat mampu terbang sejauh 32 km dari tempat perkembangbiakannya. Meskipun demikian, biasanya lalat hanya terbang 1,6-3,2 km dari tempat tumbuh dan berkembangnya lalat.

Lalat juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang sangat canggih, yaitu adanya mata majemuk. Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Bahkan ada beberapa jenis lalat yang memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat. Model penglihatan lalat ini juga menjadi “ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk menciptakan sebuah alat pencitraan (scan) baru.

Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau dari sisi ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia. Pada saat yang sama, mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita. Perangkat ini memudahkan lalat untuk menghindar dari musuhnya, terutama di lingkungan gelap.

Visualisasi seekor lalat

Beberapa jenis lalat dapat menyerang suatu peternakan. Namun 95% jenis lalat yang sering ditemukan dipeternakan ialah lalat rumah (Musca domestica) dan little house fly (Fanny canicularis). Jenis lalat lainnya seperti lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah berwana hitam (Ophyra aenescens) maupun lalat pejuang (soldier flies) juga sering mengganggu lingkungan peternakan.

Siklus Hidup Lalat

Siklus hidup semua lalat terdiri dari 4 tahapan, yaitu telur, larva, pupa dan lalat dewasa. Lalat dewasa akan menghasilkan telur berwarna putih dan berbentuk oval. Telur ini lalu berkembang menjadi larva (berwarna coklat keputihan) di feses yang lembab (basah). Setelah larva menjadi dewasa, larva ini keluar dari feses atau lokasi yang lembab menuju daerah yang relatif kering untuk berkembang menjadi pupa. Dan akhirnya, pupa yang berwarna coklat ini berubah menjadi seekor lalat dewasa. Pada kondisi yang optimal (cocok untuk perkembangbiakan lalat), 1 siklus hidup lalat tersebut (telur menjadi lalat dewasa) hanya memerlukan waktu sekitar 7-10 hari dan biasanya lalat dewasa memiliki usia hidup selama 15-25 hari.

Siklus hidup lalat

Dalam waktu 3-4 hari, seekor lalat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 500 butir. Dengan kemampuan bertelur ini, maka dapat diprediksikan dalam waktu 3-4 bulan, sepasang lalat dapat beranak-pinak menjadi 191,01 x 1018 ekor (dengan asumsi semua lalat hidup). Bisa kita bayangkan, dengan kemampuan berkembang biak lalat tersebut dapat memberikan ancaman tersendiri.

Keberadaan Lalat, Berbahaya?

Pernahkah kita mendengar ada penyakit lalat, seperti halnya penyakit Newcastle disease (ND) yang menyerang ayam? Tentu belum pernah. Lalat sebenarnya bukan suatu agen infeksi melainkan peranannya lebih cenderung sebagai vektor atau agen pembawa atau penular penyakit. Peranan lalat menularkan penyakit ini didukung dari bentuk anatomi tubuhnya yang banyak terdapat bulu sehingga bibit penyakit (virus, bakteri, protozoa) melekat dan tersebar ke ternak/hewan lain. Selain itu, lalat juga mempunyai cara makan yang unik, yaitu lalat meludahi makanannya terlebih dahulu sampai makanan tersebut cair baru disedot ke dalam perutnya. Cara makan inilah yang ikut disinyalir sebagai cara bibit penyakit masuk ke dalam tubuh lalat kemudian menulari/menginfeksi ayam. Terlebih lagi kita tahu dan tak jarang menemukan lalat sedang hinggap di ransum ayam.

Dari beberapa literatur juga disebutkan setiap kali lalat hinggap disuatu tempat, maka + 125.000 bibit penyakit dijatuhkan pada lokasi tersebut (wikimedia, 2007). Sungguh mengerikan! Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD (2005) peneliti di fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyatakan jika seekor lalat yang memiliki berat 20 mg mampu membawa bibit penyakit (virus) sebanyak 10% dari berat badannya, yaitu 2 mg maka lalat tersebut dapat menulari 2.000 ekor ayam. Hal ini disebabkan setiap 1 gram virus dapat menginfeksi satu juta ekor ayam.

Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD bersama dengan suaminya, yaitu Prof. Drh. R Wasito, M.Sc, PhD seorang ahli penyakit hewan di fakultas yang sama telah melakukan penelitian peranan lalat terhadap penularan penyakit avian influenza (AI). Dari sampel lalat beku yang telah dikumpulkannya, diperoleh data bahwa lalat yang berasal dari Makasar dan Karanganyar telah dinyatakan positif mengandung virus AI. Penelitian tersebut saat ini masih berlanjut, untuk mengetahui secara pasti pada posisi manakah peranan lalat tersebut dalam penularan AI. Apakah lalat berperan sebagai vektor mekanik atau vektor biologik? Kita tunggu hasil penelitian berikutnya.

Larva dan lalat dewasa juga menjadi hospes intermediet atau inang perantara bagi infeksi cacing pita (Raillietina tetragona dan R. cesticillus) pada ayam. Larva dan lalat dewasa sering kali termakan oleh ayam sehingga ayam dapat terserang cacing pita tersebut. Selain itu, lalat juga berperan sebagai vektor mekanik bagi cacing gilik (Ascaridia galli) maupun bakteri. Lalat yang hinggap di feses atau litter yang telah tercemar bakteri kolera maka lalat tersebut sudah berpotensi menyebarkan kolera pada ayam lainnya.

Larva lalat yang berkembang pada feses yang lembab berpotensi menularkan beberapa bibit penyakit

Selain penyakit, keberadaan lalat juga menjadi penyebab keretakan keharmonisan hubungan sosial antara peternak dengan warga di sekitar lokasi peternakan. Bukan suatu keniscayaan, keberadaan lalat ini menjadi penyebab ditutupnya suatu peternakan. Lalat yang berkembang di peternakan dapat bermigrasi ke arah perkampungan warga dan warga atau masyarakat langsung melayangkan tuduhan bahwa peternakan ayam lah yang menjadi sumber munculnya lalat tersebut.

Bagaimana Pengendalian Lalat ?

Setelah mengetahui akibat berkembangnya lalat di peternakan kita, sudah merupakan suatu kebutuhan bahwa kita harus bisa mengendalikan lalat tersebut. Sudah barang tentu, pengendalian lalat ini membutuhkan teknik yang tepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin gara-gara lalat ini kita akan mengalami kerugian yang besar bahkan ditutupnya usaha kita.

Lalat tergolong salah satu insect atau serangga yang “bandel”. Keberadaannya di kandang sangat mudah ditemui, terlebih lagi saat musim penghujan. Beberapa hal yang menjadikan lalat bandel, ialah :

  • Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang sayap sejati (asli) dan sepasang sayap kecil (yang menstabilkan terbang lalat)
  • Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata majemuk yang tersusun atas lensa optik yang sangat banyak sehingga lalat mempunyai sudut pandang yang lebar. Kepekaan penglihatan lalat ini 6 x lebih besar dibandingkan manusia. Selain itu, lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spetrum cahaya yang tak terlihat oleh manusia. Dengan dua kemampuan ini (mobilitas dan penglihatan), lalat dapat dengan mudah mengubah arah geraknya seketika saat ada bahaya yang mengancam dirinya.
  • Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan dalam jumlah yang banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan cocok bagi perkembangbiakan lalat.

Melihat ketiga kemampuan lalat tersebut, maka diperlukan teknik khusus untuk mengatasi atau membasmi lalat. Langkah pengendalian lalat pun harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) dan terintegrasi. Langkah pengendalian lalat secara garis besar ialah kontrol manajemen, biologi, mekanik dan kimia.

  • Kontrol manajemen

Penanganan feses dengan baik sehingga feses tetap kering merupakan teknik pengendalian lalat yang paling efektif. Kita tahu, feses yang lembab menjadi tempat perkembangbiakan lalat yang sangat baik (termasuk tempat perkembangbiakan bibit penyakit). Dalam 0,45 kg feses yang lembab dapat dijadikan tempat berkembang biak (melangsungkan siklus hidup) 1.000 ekor lalat. Feses yang baru dikeluarkan oleh ayam yang memiliki kadar air sebesar 75-80% merupakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan lalat. Feses ini harus segera diturunkan kadar airnya menjadi 30% atau kurang untuk mencegah perkembangbiakan lalat.

Lakukan pembersihan feses minimal 1 x seminggu sehingga dapat memutus siklus perkembangbiakan lalat. Hal ini berdasarkan periode waktu lalat bertelur, yaitu setiap minggu (4-7 hari)

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghambat perkembangbiakan lalat ialah :

  1. Membersihkan feses minimal setiap minggu sekali. Hal ini berdasarkan lama siklus hidup lalat, dimana lalat bertelur setiap seminggu sekali
  2. Berikan ransum dengan kandungan zat nutrisi yang sesuai, terutama kandungan protein kasar dan garam. Ransum dengan kandungan protein kasar dan garam yang tinggi dapat memicu ayam minum banyak sehingga feses menjadi encer (basah)
  3. Jika perlu tambahkan batu kapur maupun abu pada litter sehingga dapat membantu mengembalikan kemampuan tanah menyerap air
  4. Hati-hati saat penggantian atau pengisian tempat minum. Jangan sampai air minum tumpah. Selain itu perhatikan kondisi tempat minum atau paralon dan segera perbaiki kondisi genting yang bocor
  5. Jika feses akan disimpan, keringkan feses terlebih dahulu (kadar air < 30%) dengan cara dijemur diterik matahari (jika memungkinkan). Feses yang disimpan dalam kondisi lembab bisa mempercepat perkembangbiakan larva lalat
  6. Perhatikan sistem sirkulasi udara (ventilasi). Kondisi ventilasi kandang yang baik dapat mempercepat proses pengeringan feses
  7. Lakukan perbaikan pada atap yang bocor
  8. Pastikan intalasi saluran pembuangan air berfungsi baik, jangan biarkan air mengendap

Selain menjaga feses tetap kering, melakukan sanitasi kandang dengan baik juga menjadi langkah tepat untuk mengendalikan perkembangbiakan lalat. Langkah sanitasi yang dapat dilakukan yaitu :

  • Segera buang atau singkirkan bangkai ayam mati maupun telur yang pecah

Segera singkirkan atau jauhkan bangkai (ayam mati) dari kandang

  • Bersihkan ransum dan feses yang tumpah segera, terlebih lagi jika kondisinya basah
  • Bersihkan kandang dan peralatan kandang secara rutin kemudian semprot dengan desinfektan seperti Antisep, Neo Antisep atau Medisep
  • Kontrol biologi

Terdengar asing ditelinga kita dengan istilah ini. Memang, karena teknik ini relatif jarang diaplikasikan peternak. Meskipun demikian, teknik ini terbukti ampuh dalam mengendalikan populasi lalat. Terbukti, dari sepasang lalat dalam waktu 3-4 hari tidak bisa menghasilkan lalat sebanyak 191,01 x 1018 ekor karena secara alami larva lalat telah dibasmi oleh “lawan” lalat. Selain itu, penggunaan teknik ini akan menjaga keseimbangan ekosistem kandang.

Parasit lalat biasanya membunuh lalat pada saat fase larva dan pupa. Spalangia nigroaenea merupakan sejenis tawon (lebah penyengat) yang menjadi parasit bagi pupa lalat. Mekanismenya ialah tawon dewasa bertelur pada pupa lalat, yaitu dibagian puparium (selubung pupa) dan perkembangan dari telur tawon memangsa pupa lalat (pupa lalat mati). Selain tawon, tungau (Macrochelis muscaedomesticae dan Fuscuropoda vegetans) dan kumbang (Carnicops pumilio, Gnathoncus nanus) juga merupakan “lawan” lalat.

Aplikasi dari teknik pengendalian lalat ini memerlukan suatu menajemen yang relatif sulit. Siklus hidup hewan pemangsa lalat tersebut juga relatif lebih lama. Selain itu, hewan pemangsa lalat ini dapat juga menjadi agen penularan penyakit. Meskipun demikian, keseimbangan ekosistem akan tetap terjaga, terlebih lagi keberadaan lalat di kandang juga membantu dalam proses dekomposisi (penguraian) feses atau sampah organik lainnya sehingga baik jika digunakan sebagai pupuk kompos.

  • Kontrol mekanik

Teknik pengendalian lalat ini relatif banyak diaplikasikan oleh masyarakat pada umumnya. Di pasaran, juga telah banyak dijual perangkat alat untuk membasmi lalat, biasanya disebut sebagai perangkap lalat. Perangkap tersebut bekerja secara elektrikal (aliran arus listrik) dan dilengkapi dengan bahan yang dapat menarik perhatian lalat untuk mendekat. Perangkap lalat seringkali diletakkan di tengah kandang. Di tempat penyimpanan telur sebaiknya juga diletakkan perangkap lalat ini.

Lalat tidak akan bergerak atau terbang melawan arus atau arah angin. Oleh karenanya tempatkan fan atau kipas angin dengan arah aliran angin keluar kandang atau ke arah pintu kandang. Penggunaan plastik yang berisi air (biasanya di warung makan) juga bisa digunakan untuk mengusir lalat meskipun mekanisme kerjanya belum diketahui. Teknik pengendalian lalat ini (kontrol mekanik) relatif kurang efektif untuk diaplikasikan ji-ka populasi lalat banyak.

  • Kontrol kimiawi

Teknik pengendalian lalat ini, seringkali menjadi andalan bagi peternak. Sedikit terlihat adanya peningkatan populasi lalat, peternak segera memberikan obat lalat. Namun, saat populasi lalat tidak menurun meski telah diberikan obat lalat, maka peternak akan langsung memberikan klaim maupun komplain ke produsen obat lalat tersebut. Kasus ini relatif sering terjadi. Lalu bagian manakah yang kurang tepat?

Point dasar yang perlu kita pahami bersama, bahwa pemberian obat lalat (kontrol kimiawi) bukan merupakan inti dari teknik pengendalian lalat, melainkan menjadi penyempurna dari teknik pengendalian lalat melalui teknik sanitasi dan desinfeksi kandang (teknik manajemen). Oleh karenanya, kita tidak bisa menggantungkan pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat dan teknik pemberian obat lalat juga harus dilakukan dengan tepat.

Dari data yang kami peroleh, obat pembasmi lalat yang beredar di lapangan (Indonesia) dapat diklasifikasikan (berdasarkan kerja obat lalat pada tahapan siklus hidup lalat) menjadi 2 kelompok, yaitu obat lalat yang bekerja membunuh larva lalat dan membasmi lalat dewasa. Agar daya kerja obat lalat bisa optimal, maka pemilihan jenis obat harus disesuaikan dengan tahapan siklus hidup lalatnya. Jika tidak maka daya kerja obat tidak akan optimal. Cyromazine merupakan zat aktif yang digunakan untuk membunuh larva lalat sedangkan azamethipos dan cypermethrin merupakan zat aktif yang bekerja membunuh lalat dewasa. Penggunaan cyromazine untuk membasmi lalat dewasa tidak akan memberikan hasil yang optimal (lalat dewasa tidak bisa mati) dan begitu juga sebaliknya (pemberian cypermethrin tidak akan bisa membunuh larva lalat).

Posted in Lalat | Tagged , , , , | Leave a comment

Waspadai Lalat

Seiring dengan datangnya musim musim penghujan, datang pula musim buah-buahan seperti : durian, mangga, rambutan, nangka…..dan lalat !

Musim hujan kerap dikaitkan dengan musim berjangkitnya beragam penyakit. Memasuki musim penghujan umumnya disertai dengan menculnya ribuan lalat. Lalat adalah binatang yang menyebarkan kuman bakteri penyakit diare dan tipus.

Mengenal Lalat

Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak dengan mempergunakan sayap (terbang). Hanya sesekali saja bergerak dengan kakinya. Karena itu tidak heran jika daerah jelajahnya cukup luas. Lalat merupakan salah satu ordo Diptera yaitu serangga yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Pada saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 60.000−100.000 spesies lalat. Namun tidak semua spesies ini perlu diawasi, karena beberapa di antaranya tidak berbahaya bagi manusia ditinjau dari segi kesehatan.

 

Lalat rumah

Salah satu spesies lalat yang perlu diawasi adalah lalat rumah (Musca domestica). Umumnya, umur lalat rumah berkisar antara 1−2 bulan, tapi ada juga yang 6 bulan sampai 1 tahun. Semua bagian tubuh lalat rumah bisa berperan sebagai alat penular penyakit (badan, bulu pada tangan dan kaki, feces dan muntahannya). Penyakit yang biasanya menjadi langganan penularan lalat rumah ini di antaranya kolera, diare, disentri, tifus, dan virus penyakit saluran pencernaan. Kondisi lingkungan yang kotor dan berbau merupakan tempat yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan lalat rumah. Sampah basah hasil buangan rumah tangga merupakan tempat yang disukai lalat rumah untuk mencari makanan sekaligus tempat berkembang biak.

Habitat Lalat

Lalat memiliki habitat yang berbeda antara tahap pradewasa dengan tahap dewasa. Tahap pradewasa memilih habitat yang cukup banyak bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi (penguraian), misalnya sampah organik dan basah. Tahap dewasa juga menyukai sampah organik, hanya daerah jelajahnya yang luas. Sehingga dapat memasuki rumah atau tempat manusia beraktivitas. Kedua perbedaan habitat ini menyebabkan kehidupan tahap pradewasa tidak bersaing dengan kehidupan tahap dewasa. Karena tanpa persaingan, maka lalat dapat berkembang dengan optimal.

Tahap pradewasa lalat lebih banyak mengganggu dibandingkan nyamuk. Karena itu manusia lebih menghindari larva lalat daripada nyamuk, meski keduanya tidak dikehendaki. Dari sudut pandang positif, larva lalat sebenarnya diperlukan oleh alam karena bersifat sebagai dekomposer (pengurai). Suhu lingkungan, kelembaban udara dan curah hujan adalah komponen cuaca yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makhluk hidup di alam. Siklus hidup serangga, khususnya lalat, sangat dipengaruhi oleh cuaca. Kendati lalat lebih banyak hidup di daerah pemukiman, tahap hidup pradewasa lebih banyak hidup bebas di alam. Larva lalat amat rentan terhadap kelembaban udara, suhu udara yang menyimpang, dan curah hujan yang berlebihan.

Dengan demikian, kita harus cermat menghadapi dampak cuaca/musim terhadap perkembangan lalat. Pengendalian tanpa meneliti pengaruh musim akan membawa dampak negatif terhadap pengendalian itu sendiri, paling tidak mengurangi efisiensi pengendalian.

Gambar-gambar Siklus hidup lalat

Pengendalian Lalat

Bila kita akan melakukan pengendalian lalat, kita harus menganalisa terlebih dulu sumber serangga tersebut, bagaimana populasi serangga tersebut meningkat, bagaimana derajat gangguannya pada individu dan komunitas, peran serangga terhadap penularan penyakit bakterial dan viral. Dalam dinamika populasi, keberadaan dan besarnya populasi ditentukan oleh faktor fisik berupa cuaca/ iklim, habitat dan ekosistem, keberadaan inang, dan faktor biotik (pakan dan musuh alami).

Metode Pengendalian Nonkimiawi

Metode ini dikenal sebagai metode yang ramah lingkungan, dan bilamana analisanya benar, akan lebih mengenai sasaran dan mempunyai berbagai dampak positif, misalnya populasi serangga menurun serta peningkatan mutu lingkungan. Langkah- langkahnya yaitu:

  1. Dengan cara pemulihan lingkungan berupa meningkatkan mutu sanitasi, yaitu dengan cara mengatasi kelemahan dalam pembuangan sampah, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan akan lingkungan yang bersih dan penataan hunian yang sehat. Usaha ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sarang-sarang lalat.
  2. Penggunaan bahan fisik: penggunaan bahan fisik dipergunakan untuk mencegah kontak dengan lalat. Misalnya dengan cara mengatur tata letak dan rancang bangun rumah tinggal agar tidak mudah lalat masuk ke dalam. Penggunaan air curtain. Alat ini sering harus dipasang di tempat umum, misalnya pertokoan, rumah makan, pada pintu masuk. Alat ini mengembus udara yang cukup keras sehingga lalat enggan masuk ke dalam bangunan.

Metode Pengendalian Kimiawi

Yaitu metode pengendalian lalat menggunakan bahan kimiawi, yakni dengan cara:

  1. menghilangkan tempat perindukan, seperti penggunaan insektisida pada tempat perindukan berupa serbuk tabur untuk tempat perindukan lalat, atau pakan unggas yang telah diperkaya dengan insektisida. Dengan harapan tinja masih mengandung insektisida untuk membunuh larva
  2. menggunakan racun serangga. Racun serangga dapat dibedakan berdasarkan tempat masuknya. a) Stomach poison (racun perut). Insektisida jenis ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui mulut atau termakan. Biasanya insektisida ini digunakan untuk serangga yang mempunyai alat mulut menggigit, lekat isap dan bentuk penghisap. (b) Contact poison (racun kontak). Insektisida jenis ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui spirakel alat pernapasan atau melalui integumen ke dalam darah. Pada umumnya insektisida jenis ini digunakan untuk serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk isap. (c) Fumigans (racun pernapasan). Insektisida jenis ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui sistem pernapasan berupa spirakel yang terdapat di permukaan tubuh, biasanya insektisida jenis ini digunakan untuk serangga yang tidak tergantung pada bentuk mulutnya.

Menjaga kebersihan, mencuci tangan sebelum makan, tidak jajan sembarangan bisa jadi merupakan upaya mencegah penyakit musim penghujan yang disebarkan oleh lalat.

Sumber :

almawaddah.or.id

Posted in Lalat | Tagged , , , , | Leave a comment

Parasit Lalat

Lalat adalah jenis serangga yang berasal dari subordo Cyclorrapha ordo Diptera. Secara morfologi lalat dibedakan dari nyamuk (subordo Nematocera) berdasarkan ukuran antenanya; lalat berantena pendek, sedangkan nyamuk berantena panjang.

Lalat umumnya mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil yang digunakan untuk menjaga stabilitas saat terbang. Lalat sering hidup di antara manusia dan sebagian jenis dapat menyebabkan penyakit yang serius. Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut.

Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat. Beberapa jenis lalat lain, misalnya Ormia ochracea, memiliki organ pendengaran yang sangat canggih.

Kehadiran lalat di areal peternakan juga perlu diwaspadai. Demikian diungkapkan Zuhri Muhammad SPt Technical Serice PT Medion Cabang Pekanbaru Riau. Menurutnya, lalat tetap menjadi biang kerok dalam penularan berbagai penyakit pada ayam peliharaan. Untuk itu, alumni Fakultas Peternakan Jenderal Soedirman ini menganjurkan perlunya pengontrolan ketat pada lalat di sekitar lokasi kandang.

Menurut Zuhri Muhammad, kontrol lalat pada suatu farm merupakan hal mendasar dalam sistem manajemen pengendalian penyakit. Lalat dapat menimbulkan pelbagai masalah seperti mediator perpindahan penyakit dari ayam sakit ke ayam sehat, mengganggu pekerja kandang, menurunkan produksi, menurunkan kualitas telur pada layer dan mencairkan feses atau kotoran ayam yang berakibat meningkatnya kadar amoniak dalam kandang.

Lalat merupakan insekta yang unik bila dibanding dengan jenis insekta lain. Yang membedakannya adalah cara makan lalat yang meludahi makanannya terlebih dahulu sampai makanan tersebut cair. Setelah cair, makanan disedot masuk ke dalam perut. Hal ini disinyalir dapat memudahkan bakteri dan virus turut masuk ke dalam saluran pencernaannya dan berkembangbiak di dalamnya.

Penyakit yang disebabkan lalat dan larvanya seperti:
(1) lalat menjadi vektor penyakit gastrointestinal pada mamalia.

(2) NDV telah diisolasi pada lalat dewasa lalat rumah kecil (Fannia canicularis) dan larva lalat rumah (Musca domestica).

(3) larva dan lalat dewasa (M. Domestica) sering termakan ayam, kemudian menjadi “Hospes Intermediet” cacing pita pada ayam dan kalkun

(4) lalat rumah (M. domestica) yang memakan darah ayam yang tercemar kolera unggas dapat menyebarkan penyakit tersebut ke ayam lain.

Suksesnya program kontrol dilakukan dengan suatu metode pendekatan terintegrasi yakni ada 4 strategi manajemen dasar yakni:

(1) Memelihara kotoran agar tetap kering.

(2) Metode biologi, seperti menggunakan pemangsa yang menguntungkan (merangsang pertumbuhan musuh alami lalat yang biasanya banyak ditemui di kotoran dan musuh lalat ini dapat tumbuh baik jika kotoran kering). Kotoran kering akan membantu mendukung berkembangnya pemangsa dan benalu dari perkembangbiakan lalat.

Populasi predator dan parasit terutama terdiri dari kumbang, kutu dan lebah. Pertumbuhan musuh lalat ini umumnya lebih lambat dibanding lalat itu sendiri. Populasi yang cukup tinggi pada hakekatnya bermanfaat bagi pengendalian lalat dan dapat dikendalikan hanya dengan jalan tidak mengganggu kotoran dalam jangka waktu yang lama.

(3) Metode mekanik yakni dengan biosekuriti yang meliputi manajemen kebersihan (pembersihan dan desinfeksi kandang, terutama setelah panen) dan manajemen sampah (pembuangan litter, kotoran dan bangkai ayam.

Kemudian pindahkan hewan yang mati dengan segera dan membuangnya dengan baik (dibakar atau lainnya) dan minimalkan akumulasi pakan yang tumpah.

Sedangkan untuk luar kandang, Zuhri Muhammad SPt menganjurkan untuk membersihkan rumput liar di sekitarnya, hal ini bertujuan untuk menghindari kerumunan lalat dewasa serta menciptakan pergerakkan udara di sekitar kandang agar lebih baik.

Lalu manajemen kandang perlu ditingkatkan, hal dimaksud adalah ventilasinya, pengendalian kelembaban litter dan kebocoran air. Lalat dapat berkembangbiak di kotoran dengan kelembaban 55-85%.

Oleh karena itu perlu menghindari agar kandang tidak lembab, seperti mencegah kebocoran, pastikan air tidak masuk ke dalam lubang serta mengatur aliran udara agar dapat memberikan efek kering pada permukaan kotoran.

(4) Kontrol kimia melalui aplikasi insektisida atau obat-obatan (spray, fogs dan lain-lain). Pada bagian ini, alumni Fakultas Peternakan Unsoed Purwokerto ini menganjurkan memilih Cyromazine yang secara nyata telah terbukti keampuhannya dalam membasmi lalat di farm-farm peternakan.

Adapun aplikasi pemakaiannya adalah mencampur Cyromazine dengan pakan, kemudian gunakan 4-6 minggu berturut-turut, setelah itu dihentikan selama 4-8 minggu, lalu dipakai kembali, ini bertujuan untuk memutus siklus hidup lalat.

Biasanya ini dipakai untuk farm layer karena periode pemeliharaannya cukup panjang, sedang untuk broiler Zuhri lebih menganjurkan untuk menjaga kebersihan kandang, hindari genangan air dan jangan biarkan adanya pakan yang tersisa.

Upaya Mengurangi Lalat

Upaya dengan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap bahan kimia dan pestisida lainnya, memberikan dampak kimia negatif, yang berlanjut pada pertaruhan nilai kesehatan manusia akibat residu kimia yang ditinggalkan.

Dampak negatif yang serius terhadap lingkungan menyebabkan penurunan kualitas produksi akibat kerusakan unsur hara tanah yang diikat oleh residu kimia dalam tanah.

Mengantisipasi kedua dampak serius diatas dan merespon ancaman pasar global akan kebutuhan produk organic, banyak cara dilakukan termasuk dengan cairan minuman stimulan yang: diterapkan pada ayam buras yang di antaranya dianggap punya keunggulan menekan ongkos produksi 15 s/d 25% untuk pengadaan pakan, mampu melepaskan pemakaian vitamin serta konsentrat buatan/pabrik, meningkatkan produktifitas telor dan daging secara kuantitatif dan kualitatif, menetralisir limbah kotoran (bebas polusi), mengurangi jumlah lalat dan serangga ternak, mengurangi ketegangan/stress pada ternak dan menekan angka mortalitas.

(Darman Suska, Infovet/ Berbagai Sumber)

Posted in Lalat | Tagged , , , , , , | Leave a comment

Nyamuk Anopheles

Nyamuk Anopheles sp adalah nyamuk vektor penyakit malaria. Di dunia kurang lebih terdapat 460 spesies yang sudah dikenali, 100 diantaranya mepunyai kemampuan menularkan malaria dan 30-40 merupakan host dari parasite Plasmodium yang merupakan penyebab malaria di daerah endemis penyakit malaria. Di Indonesia sendiri, terdapat 25 spesies nyamuk Anopheles yang mampu menularkan penyakit Malaria.

Posisi di dalam sistem klasifikasi (klasifikasi ilmiah) adalah:

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Order : Diptera

Superfamily : Culicoidea

Family : Culicidae

Subfamily : Anophelinae

Genus : Anopheles (Meigen, 1818)

Siklus hidup nyamuk Anopheles

Nyamuk Anopheles mempunyai siklus hidup , yang termasuk dalam metamorfosa sempurna. Yang berarti dalam siklus hidupnya terdapat stage/fase pupa. Lama siklus hidup dipengaruhi kondisi lingkungan, misal : suhu, adanya zat kimia/biologis di tempat hidup. Siklus hidup nyamuk Anopheles secara umum adalah:

1. Telur

Setiap bertelur setiap nyamuk dewasa mampu menghasilkan 50-200 buah telur. Telur langsung diletakkan di air dan terpisah (tidak bergabung menjadi satu). Telur ini menetas dalam 2-3 hari (pada daerah beriklim dingin bisa menetas dalam 2-3 minggu).

2. Larva

Larva terbagi dalam 4 instar , dan salah satu ciri khas yang membedakan dengan larva nyamuk yang lain adalah posisi larva saat istirahat adalah sejajar di dengan permukaan perairan, karena mereka tidak mempunyai siphon (alat bantu pernafasan). Lama hidup kurang lebih 7 hari, dan hidup dengan memakan algae, bakteri dan mikroorganisme lainnya yang terdapat dipermukaan .

3. Pupa (kepompong)

Bentuk fase pupa adalah seperti koma, dan setelah beberapa hari pada bagian dorsal terbelah sebagai tempat keluar nyamuk dewasa.

4. Dewasa

Nyamuk dewasa mempunyai proboscis yang berfungsi untuk menghisap darah atau makanan lainnya (misal, nektar atau cairan lainnya sebagai sumber gula). Nyamuk jantan bisa hidup sampai dengan seminggu, sedangkan nyamuk betina bisa mencapai sebulan. Perkawinan terjadi setelah beberapa hari setelah menetas dan kebanyakan perkawinan terjadi di sekitar rawa (breeding place). Untuk membantu pematangan telur, nyamuk menghisap darah dan beristirahat sebelum bertelur. Salah satu ciri khas dari nyamuk anopheles adalah pada saat posisi istirahat menungging.

Posted in nyamuk | Tagged , , , , , | Leave a comment

Nyamuk Aedes aegypti

1. Taksonomi Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti L. (Diptera : Culicidae) disebut black-white mosquito, karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan diatas dasar hitam. Di Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuk-nyamuk rumah (Soegijanto, 2004).
Menurut Richard dan Davis (1977) dalam Soegijanto(2004), kedudukan nyamuk Ae. Aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera
Suku : Culicidae
Marga : Aedes
Jenis :Aedes aegypti L

2. Ciri-Ciri Nyamuk Ae. Aegypti
a. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
b. Pertumbuhan telur sampai dewasa ± 10 hari
c. Menggigit/menghisap darah pada siang hari
d. Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
e. Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah yang agak gelap dan lembab, bukan di got/comberan
f. Hidup di dalam dan di sekitar rumah
g. Di dalam rumah: bak mandi, tempayan, vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain.
h. Di luar rumah: drum, tangki penampungan air, kaleng bekas, ban bekas, botol pecah, potongan bambu, tempurung kelapa, dan lain-lain. (Chemika, 2004)
3. Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Nyamuk Ae. Aegypti
Menurut Soegijanto (2004), masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna (holometabola).
a. Telur
Telur nyamuk Ae. Aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5-0,8 mm, permukaan poligonal, tidak memiliki alat pelampung, dan diletakkan satu per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85 % melekat di dinding TPA, sedangkan 15 % lainnya jatuh ke permukaan air.
b. Larva
Larva nyamuk Ae. Aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III, dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen).
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antenna tanpa duri-duri, dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernapas yang disebut corong pernapasan. Corong pernapasan tanpa duri-duri, berwarna hitam, dan ada seberkas bulu-bulu(tuft). Ruas ke-8 juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat (brush) di bagian ventral dan gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam 1 baris. Gigi-gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.
c. Pupa
Pupa nyamuk Ae. Aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada (cephalotorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengunyah yang berguna untuk berenang,. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomer 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air.
d. Dewasa
Nyamuk Ae. Aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antenna yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antenna tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose.
Dada nyamuk ini tersusun dari 3 ruas, porothorax, mesothorax, dan metathorax. Setiap ruas dada ada sepasang kaki yang terdiri dari femur (paha), tibia (betis), dan tarsus (tampak). Pada ruas-ruas kaki ada gelang-gelang putih, tetapi pada bagian tibia kaki belakang tidak ada gelang putih. Pada bagian dada juga terdapat sepasang sayap tanpa noda-noda hitam. Bagian punggung (mesontum) ada gambaran garis-garis putih yang dapat dipakai untuk membedakan dengan jenis lain. Gambaran punggung nyamuk Ae. Aegypti berupa sepasang garis lengkung putih (bentuk : lyre) pada tepinya dan sepasang garis submedian di tengahnya (Gambar 2.1)
Perut terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut terdapat bintik-bintik putih. Waktu istirahat posisi nyamuk Ae. Aegypti ini tubuhnya sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapinya (Soegijanto, 2004)

4. Ekologi dan Bionomi nyamuk Aedes aegypti
Telur, larva dan pupa nyamuk Ae. Aegypti tumbuh dan berkembang di dalam air. Genangannya yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer atau tempat penampungan air bukan genangan air di tanah.
Survey yang telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa tempat perindukan yang paling potensial adalah TPA yang digunakan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya. Tempat perindukan tambahan adalah disebut non-TPA, seperti tempat minuman hewan, barang bekas, vas bunga, perangakap semut dan lain-lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu dan lain-lainnya. Nyamuk Ae. Aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama yang terletak di tempat-tempat terlindung sinar matahari langsung.
Nyamuk Ae. Aegypti hidup domestik, lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada luar rumah. Nyamuk betina menggigit dan menghisap darah lebih banyak di siang hari terutama pagi atau sore hari antara pukul 08.00 sampai dengan 12.00 dan 15.00 sampai dengan 17.00. Kesukaan menghisap darah lebih menyukai darah manusia daripada hewan, menggigit dan menghisap darah beberapa kali pada siang hari orang sedang aktif, nyamuk belum menghisap darah beberapa kali karena pada siang hari orang sedang aktif, nyamuk belum kenyang, orang sudah bergerak, nyamuk terbang dan menggigit lagi sampai cukup darah untuk pertumbuhan dan perkembangan telurnya.
Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Ae. Aegypti juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang, temperatur, kelembaban, kadar karbon dioksida, dan warna. Khan dkk.(1996) melaporkan bahwa untuk jarak yang lebih jauh, faktor bau memegangi peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lainnya. Kebiasaan istirahat lebih banyak di dalam rumah pada benda-benda yang bergantung, berwarna gelap dan di tempat-tempat lain yang terlindung. (Soegijanto, 2004).

5. Siklus Hidup nyamuk Aedes aegypti
Telur nyamuk Ae aegypti di dalam air dengan suhu 20-400 C akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari. (Soegijanto, 2004).

6. Perilaku Nyamuk Dewasa
Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istirahat di kulit kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari mangsa / darah.
Nyamuk Aedes aegypti jantan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina menghisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada binatang ( bersifat antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic cycle).
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktifitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.
Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -20 C sampai 420 C, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat (Depkes RI, 2005).

7. Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh.
Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ± 1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).

8. Pengendalian Vektor
Tujuan pengendalian vektor utama adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Ae. Aegypti sampai serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai vektor menghilang. Secara garis besar ada 5 cara pengendalian vektor yaitu dengan cara :
a. Pengendalian cara kimiawi
Di sini digunakan insektisida yang dapat ditujukan terhadap nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan terhadap nyamuk dewasa Ae.aegypti antara dari golongan organochlorine, organophosphor, carbamate, dan pyrethroid. (Soegijanto, 2004).
Bahan-bahan insektisida tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Ae. Aegypti yaitu dari golongan organophosphor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang dilarutkan dalam air di tempat perindukannya (jentika). (Soegijanto, 2004).
b. Pengendalian cara radiasi
Di sini nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan dosis tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi ini dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti akan berkopulasi dengan nyamuk betina, tapi nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil (Soegijanto, 2004).
c. Pengendalian lingkungan
Di sini dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada lubang ventilasi rumah, jendela, dan pintu. Dan yang sekarang digalakkan oleh pemerintah yaitu gerakan 3M yaitu :
1) Menguras tempat penampungan air dengan menyikat dinding bagian dalam dan dibilas paling sedikit seminggu sekali,
2) Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa,
3) Menanam / menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang dapat menampung air hujan (Soegijanto, 2004).
Ada cara lain lagi yang disebut autocidal ovitrap. Di sini digunakan suatu tabung silinder warna gelap dengan garis tengah ± 10 cm, salah satu ujung tertutup rapat dan ujung yang lain terbuka. Tabung ini diisi air tawar kemudian ditutup dengan tutup kasa nylon. Nyamuk Ae. Aegypti bertelur di sini dan bila telur menetas menjadi larva dalam air tadi. Bila larva menjadi nyamuk dewasa maka akan tetap terperangkap di dalam tabung tadi. Secara periodik air dalam tabung ditambah untuk mengganti penguapan yang terjadi. (Soegijanto, 2004).
Dari semua cara pengendalian tersebut di atas tidak ada satu pun yang paling unggul. Untuk menghasilkan cara yang efektif maka dilakukan kombinasi dari beberapa cara tersebut di atas. Tapi yang paling penting di atas semua cara-cara tersebut adalah menggugah dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau memperhatikan kebersihan lingkungannya dan memahami tentang mekanisme terjadinya penularan penyakit DBD sehingga dapat berperan secara aktif menanggulangi penyakit DBD. (Soegijanto, 2004).
d. Pengendalian genetik
Pengendalian genetik telah banyak dilakukan dalam percobaan tetapi belum pernah ditetapkan di lapangan. Salah satu cara pengendalian genetik adalah dengan teknik jantan mandul, yaitu melepas sejumlah besar nyamuk-nyamuk jantan yang sudah dimandulkan. Nyamuk-nyamuk betina hanya kawin satu kali, seumur hidup, sehingga jika nyamuk betina dikawinkan dengan nyamuk jantan mandul tadi, maka tidak akan menghasilkan keturunan (Soegijanto, 2004).
e. Pengendalian hayati
Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorgannisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati, dapat berperan sebagai pathogen, parasit atau pemasangan. Beberapa jenis ikan, seperti ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing Nematoda, seperti Romanomarmis iyengari dan R. Culiciforax merupakan parasit pada larva nyamuk. Sebagai patogen, seperti dari golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendali hayati nyamuk di tempat perindukannya (Soegijanto, 2004).

Chemika, Brataco (2003).Nyamuk Aedes aegypty. http://www.bratachem.com/abate/ nyamuk.htm. 14 April 2004

Depkes RI (2005). Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta : Dirjen PP& PL

Soegijanto, Soegeng (2004). Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga University Press

Posted in nyamuk | Tagged , , , , , , | Leave a comment

Daun Sirsak Basmi Nyamuk

Terinspirasi dari banyaknya nyamuk dan pohon sirsak yang banyak di Tuban, menjadikan Mutahrom Ali dan kelompoknya berinisiatif untuk menggunakannya. “Karena nyamuk banyak sekali di daerah Tuban, maka kami berinisiatif untuk membuat obat nyamuk. Tetapi belum terpikir untuk menggunakan daun sirsak,” katanya. Sebelumnya Mutahrom Ali menggunakan daun kemangi dan delima. Tetapi setelah dicoba ternyata tidak bertahan lama. “Hanya membuat nyamuk pingsan, nggak mati,” katanya.
Akhirnya setelah diteliti daun sirsak ternyata memiliki senyawa alkaloida. “Alkaloida ini yang menjadi racun bagi nyamuk-nyamuk. Apalagi jika daunnya semakin tua, semakin banyak alkaloidanya,” jelasnya.
Untuk prosesnya daun ditimbang terlebih dahulu, kemudian dihaluskan, dan diambil airnya. ”Langsung bisa disemprotkan. Daun berjumlah 50 gram dapat digunakan menjadi 1,2 liter,” katanya.
Meskipun hasil karya SMAN 1 Tuban ini tidak memenangkan pada ajang Karya Wirausaha di MU, mereka tetap senang dengan apa yang sudah mereka hasilkan. “Tujuan kami bukan menjadi juara, tetapi berbagi pengetahuan dengan masyarakat. Bahwa apa yang ada di sekitar kita dapat kita manfaatkan,” jelasnya.
Karya yang mereka buat belum dipasarkan ke masyarakat luas. “Hanya dijual ke skala rumah tangga. Dan penemuan kami terbukti ampuh loh untuk semua jenis insekta,” katanya berpromosi.

Posted in nyamuk | Tagged , , , , | Leave a comment

Daun Sirih Basmi Jentik Nyamuk

Guna memutus rantai perkembangbiakan nyamuk demam berdarah ini, banyak alternatif yang bisa diterapkan. Penggunaan insektida yang alami dan ramah lingkungan bisa menjadi alternatif untuk menumpas nyamuk dan membunuh “jentik” nyamuknya sendiri agar tidak berkembang menjadi dewasa.
Adapun insektisida yang bisa digunakan, yaitu dengan penggunaan tanaman daun sirih telah melalui proses ekstraksi. Ternyata daun sirih ini di dalamnya terkandung senyawa kimia yang bisa membunuh jentik dan nyamuk dewasa, terutama nyamuk Aedes aegypti. Begitu besar manfaat daun sirih ini dalam upaya menumpas siklus hidup vektor demam berdarah. Sirih (Piper betle linn) atau Charica betle linn termasuk dalam famili Piperaceae.
Dalam daun sirih itu terkandung beberapa senyawa, seperti minyak atsiri, zat penyamak, cineole, dan yang utama adalah senyawa alkaloid. Senyawa terakhir inilah yang nantinya dapat digunakan dalam menumpas jentik nyamuk, di mana cara kerjanya mirip dengan bubuk abate. Untuk membuat ekstrak daun sirih ini cukuplah mudah dan sederhana.
Pertama, daun sirih 1/2 kg dicuci sampai bersih, kemudian ditiriskan di tampah hingga kering. Daun yang sudah kering digiling atau diblender hingga berbentuk serbuk. Selanjutnya akan diperoleh 43 gram serbuk daun sirih.
Kedua, masukkan serbuk ke dalam wadah (becker glass) dan tambahkan alkohol 95% sebanyak dua liter sehingga serbuk tersebut terendam. Aduk dan diamkan selama 24 jam. Setelah itu saringlah dan godok atau panaskan hasil saringan tadi selama kurang lebih satu jam. Baru setelah itu diamkan selama satu minggu. Masukkan ekstrak yang telah jadi itu ke dalam wadah atau botol dan siap untuk digunakan. Dalam penggunaannya sama halnya dengan bubuk abate, yaitu dengan menaburkannya di genangan air. Cukup dengan konsentrasi rendah, jentik akan terbunuh.

Posted in nyamuk | Tagged , , | Leave a comment

Perangkap Nyamuk Bertelur

Peneliti dari Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Sayono mengatakan, pertumbuhan populasi nyamuk yang pesat dapat diatasi dengan kaleng perangkap nyamuk yang didesainnya.

“Kaleng perangkap nyamuk ini dibuat dari bahan kaleng bekas susu instan berukuran 350 mililiter dan proses pembuatannya cukup sederhana,” katanya usai seminar hasil-hasil penelitian di kampus Unimus, Selasa.

Ia mengatakan, kaleng bekas susu instan tersebut kemudian diisi dengan air bersih sekitar tiga seperempat volume kaleng, dan di atas air diletakkan spon setebal satu sentimeter (cm) berbentuk semacam donat.

“Di atas spon tersebut lalu dipasangi kawat kassa yang direkatkan dengan lem, dan ditumpuk dengan spon serupa yang berbentuk donat,” kata pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unimus tersebut.

Namun, ia mengingatkan, kawat kasa harus dipastikan benar-benar terbentang secara lurus untuk menghindari adanya lengkungan yang dapat menimbulkan genangan dan menjadi tempat nyamuk untuk bertelur.

Menurut dia, bentuk spon sebenarnya tidak harus donat, namun dapat menyesuaikan bentuk kaleng susu. “Kaleng bekas susu instan ada yang berbentuk kotak, dan biasanya lebih mudah dilubangi bagian tengahnya,” katanya.

Untuk memancing dan menarik agar nyamuk-nyamuk mau masuk ke dalam kaleng perangkap tersebut, lanjutnya, dapat dilakukan dengan menggunakan atraktan, yakni semacam zat untuk menarik penciuman serangga.

“Atraktan dapat dibuat dari campuran air rendaman jerami sebanyak 10 persen dan air rendaman udang atau kerang sebanyak 10 persen, dan campuran itu akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan amoniak,” katanya.

Ia mengatakan, spon akan menjadi lembab dalam beberapa menit, sehingga nyamuk-nyamuk akan masuk dan berlindung ke dalam cincin spon (spon berbentuk donat, red.) kaleng perangkap, serta bertelur di tempat itu.

Kemudian, kata dia, telur-telur yang dihasilkan nyamuk tersebut jatuh ke dalam air dan dalam waktu sekitar dua jam akan menetas menjadi larva dan sekitar enam hari sesudahnya akan berubah menjadi pupa.

“Dua sampai tiga hari berikutnya pupa akan menjadi nyamuk muda dan saat keluar pasti terhalang oleh kawat kasa, serta nyamuk-nyamuk itu nantinya akan mati dengan sendiri,” katanya pemenang Teknologi Tepat Guna Semarang 2009 itu.

Menurut dia, kaleng perangkap nyamuk penemuannya telah diujicoba dengan mengambil sampel 40 rumah di daerah Bangetayu Semarang, dan hasilnya angka proporsi rumah berjentik di daerah tersebut berkurang sekitar 27 persen.

“Namun, metode kaleng perangkap nyamuk ini sebenarnya bersifat saling melengkapi, sehingga akan lebih efektif lagi apabila disertai dengan penggalakan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN),” kata Sayono.

Posted in nyamuk | Tagged , , , , , | Leave a comment